Kamis, 27 Oktober 2011

DEWI SRI

Pada zaman dahulu berdirilah Kerajaan Purwacarita. Rajanya bergelar Sri Mahapanggung. Kerajaan itu aman,damai, dan makmur. Rakyatnya hidup tenang dan sejahtera. Mereka taat beribadah dan giat bekerja, juga patuh pada pimpinan Sri Baginda. Sri Baginda mempunyai seorang putri yang cantik jelita, bernama Dewi Sri.
Pada suatu hari datanglah seorang raksasa, utusan Raja Medang Kumuwang, melamar Dewi Sri. Sayang, lamaran itu ditolak Dewi Sri. Sri Baginda sangat murka mendengar penolakan itu. Maka, Dewi Sri diusir pergi.
Sementara itu Sri Baginda memberitahukan kepergian putrinya kepada raksasa, utusan Raja Kumuwang itu. Mendengar berita itu para raksasa cepat-cepat memburu Dewi Sri.
Konon, setelah diusir dari istana, dengan tabah Dewi Sri lari sekencang-kencangnya ke arah Desa Ngawanti. Tetapi, sekencang-kencangnya ia berlari masih kalah cepat oleh langkah para raksasa. Dewi Sri melanjutkan pelariannya dengan hati lega dan tenang. Kiranya nasib malang terus membuntuti Dewi Sri. Pada saat-saat merasa sudah lepas dari bahaya, tiba-tiba ia kena halangan lagi. Di suatu padang rumput seekor burung Garuda bermuka raksasa menyambar dan menangkapnya. Dewi Sri dibawa terbang dan akan diserahkan kepada raksasa Medang Kumuwang. Rupanya, garuda yang bermuka raksasa itu bernama Wilmuka, utusan raksasa pengejar Dewi Sri itu.
Dewi Sri amat ketakutan dalam cengkraman garuda Wilmuka. Untunglah datang garuda Wainentaya menolong Dewi Sri. Garuda Wainentaya diutus Batara Wisnu membebaskan Dewi Sri dari cengkraman garuda Wilmuka.
Dewi Sri amat berterimakasih kepada garuda Wainentaya yang telah menolongnya. Ia lalu melanjutkan perjalanannya dan baru berhenti di Desa Ngawanti. Selanjutnya Dewi Sri bermukim di desa itu.
Syahdan, Baginda Sri Mahapanggung sangat bersedih hati mengingat Dewi Sri. Baginda amat menyesal. Baginda terus-menerus bersemedi, mohon petunjuk kepada Sang Pencipta dimana Dewi Sri berada. Permohonan Baginda terkabul. Maka pergilah Sri Baginda keDesa Ngawanti. Alangkah gembiranya hat Baginda bertemu dengan putrinya. Dwi Sri segera diajak ke istana. Dewi Sri tidak mau pulang. Maka murkalah Sri Baginda. Dikutuknya Dewi Sri menjadi ular sawah. Akan tetapi lambat laun sadarlah Sri Baginda. Beliau menyesali perbuatan kejamnya itu. Denagan rasa sedih Sri Baginda kembali ke istana.
Ular sawah jelmaan Dewi Sri melata dan merayap perlahan-lahan mencari tempat perlindungan. Jika lapar ia makan tikus-tikus yang merusak tanaman padi. Tanpa disadarinya, ia telah membantu petani membasmi hama yang sangat merugikan .
Waktu Dewi Sri sedang menjalar-jalar, ia melihat seorang istri petani memangku anaknya yang menangis karena lapar. Petani itu tidak dapat memberi makan anaknya karena panennya gagal. Dewi Sri menghampiri ayah anak itu, dan berkata bahwa ia akan menolongnya. Petani Itu percaya bahwa ular sawah itu akan sungguh-sungguh menolongnya. Maka, Dewi Sri ditempatkan di lumbung padinya dan diberi sesaji. Sejak saat itu, petani tersebut tidak kekurangan pangan lagi.
Pada suatu malam, para bidadari datang dilumbung tempat tinggal Dewi Sri. Para bidadari mohon kepada Sang Pencipta agar Dewi Sri dikembalikan wujudnya seperti semula. Permohonan para bidadari terkabul. Dewi Sri kembali menjadi putri yang sangat cantik. Salah seorang bidadari menyampaikan perintah Batara Guru, bahwa mulai saat itu Dewi Sri diangkat menjadi dewi pangan, khususnya dewi padi. Dewi Sri sangat gembira. Ia mengucap syukur atas kemurahan Batara.
Menurut kepercayaan kuno, Dewi Sri selanjutnya tinggal bersama penduduk, terutama para petani yang tekun bekerja.

Ditulis kembali oleh : Ervina Tiara NP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar